Share ke media
Opini Publik

Kekerasan Terhadap Perempuan Akankah Berakhir dengan 16 HAKTP?

13 Dec 2022 02:00:43232 Dibaca
No Photo
ilustrasi gambar : pamflet.or.id - Apa sih 16HAKTP? - 28 November 2017

Samarinda - Dalam rangka memperingati 16 HAKTP (Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan), Daralead sebuah komunitas mahasiswa mengadakan Diskusi Tematik “Memperingati 16 HAKTP: Peringatan Hari Perempuan Pembela HAM” Diskusi situasi aktivis perempuan saat ini).

Kampanye anti kekerasan terhadap perempuan massif dilakukan tetapi permasalahan kekerasan terhadap perempuan malah makin tidak terkendali, Kekerasan terhadap perempuan juga makin marak. Komnas Perempuan menyebutkan bahwa kasus femisida (pembunuhan terhadap perempuan) terjadi makin ekstrim.

Dikonfirmasi dari catatan tahunan periode 2022, Komnas Perempuan menyebutkan bahwa jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan masih marak terjadi dalam berbagai bentuk. Seperti KDRT yang dilakukan oleh para suami ataupun kekerasan yang menimpa para pekerja perempuan. Kekerasan Berbasis Gender Terhadap Perempuan (KBGTP) sepanjang 2021 sejumlah 338.496 kasus naik dari 226.062 kasus di tahun 2020 (Komnas Perempuan, 2022a, 2022b).

Para pegiat kesetaraan gender pun menyimpulkan bahwa fenomena ini lahir dari gagasan kepemilikan laki-laki terhadap perempuan. Perempuan hanya dianggap property sehingga mudah dirusak jika bosan atau cemburu. Budaya patriarki yang mengungkung masyarakat harus dihilangkan dengan ditancapkannya ide kesetaraan. Namun, mereka lupa fakta lainnya bahwa kekerasan pun bisa terjadi di luar rumah.

Sejatinya berbagai bentuk kekerasan yang terus terjadi adalah hasil dari diterapkannya system kehidupan kapitalisme sekuler liberal yang memandang perempuan adalah objek komoditas. Segala hal ditetapkan secara bebas atas keinginan diri sendiri termasuk kebebasan berperilaku. Ranah antara perempuan dan laki-laki bebas tanpa batasan sehingga aktivitas seperti khalwat(berdua-duaaan), ikhtilat (bercampur baur laki-laki dan perempuan) kerap terjadi tanpa kepentingan. Maka tak jarang kekerasan semakin meningkat karena sistem dari manusia ini.  Sistem kapitalis sekuler telah menjauhkan nilai-nilai Islam sehingga ketika masalah datang seringkali diselesaikan dengan kekerasan.

Dalam cara pandang Islam, perempuan ditempatkan di posisi yang mulia dan harus dilindungi. Dalam hal ketakwaan perempuan dan laki-laki punya derajat yang sama. Namun syariat membedakan keduanya dalam hal kewajiban. Perbedaan ini bukan berarti adanya pilih kasih, tetapi bertujuan untuk menciptakan keharmonisan, keselarasan dalam hubungan berkeluarga dan bermasyarakat.

Allah menetapkan seorang laki-laki menjadi pemimpin dan berkewajiban untuk mencari nafkah. Sementara para ibu bertugas untuk mengatur rumah tangga dan mengasuh anak. Dalam tugas ini antara laki-laki dan perempuan adalah mitra, untuk bersama-sama membentuk keluarga yang melahirkan generasi penerus pengukir peradaban.

Islam melarang aktivitas yang menjadikan perempuan sebagai komoditas yang merendahkan derajatnya serta menerapkan sanksi bagi segala bentuk kekerasan. Dengan begitu ranah publik akan lebih aman bagi perempuan. Perempuan tidak dibebani urusan nafkah karena syariat telah menetapkan kepada laki-laki baligh mampu untuk menafkahi dirinya dan keluarganya. Islam menetapkan sanksi yang sesuai dengan syariah sebagai zawajir yakni pencegah agar kejahatan tidak terjadi dan jawabir sebagai penebus dosa. 

Perempuan dan anak butuh sistem yang mampu memberikan perlindungan hakiki. Bukan regulasi semu tidak bergigi yang tegak di atas asas sekularisme dan melegalisasi liberalisasi perilaku. Hanya regulasi yang berasaskan akidah Islam akan mampu secara nyata mewujudkan perlindungan sejati.

Akidah ini akan membentuk ketakwaan individu yang mendorong untuk berperilaku baik terhadap sesama, termasuk terhadap perempuan dan anak. Berlaku baik adalah perintah Allah Taala. Salah satunya dalam QS Al-Baqarah: 195 yang artinya: “Dan berbuat baiklah. Sungguh Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.”

Rasulullah SAW juga bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim 3729) “Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik kepada keluargaku.” (HR Tirmidzi 3895).

Perempuan dan anak membutuhkan pemimpin negara akan menjadi perisai yang akan mewujudkan pelindungan secara nyata. Pemimpin ini akan melahirkan regulasi yang mampu menutup semua celah yang bisa memicu kekerasan terhadap perempuan dan anak secara menyeluruh dan komprehensif. Wallahu a’lam bis-showab.[]

Oleh: Isna Purnama, S.Pd (Pemerhati Masalah Politik dan Sosial)

disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok fikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isiredaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis