Samarinda - Sungguh
memprihatinkan. Masalah terkait pendidikan seolah tidak pernah usai. Ironinya
hal ini terjadi di wilayah yang kaya sumber daya alamnya.
Kaltim Kaya Sumber Daya Alam
Provinsi Kalimantan Timur
merupakan pulau kedua terbesar setelah Papua, sebelum adanya pemekaran
Kalimantan Utara. Pulau yang dikenal sebagai penghasil ‘emas hitam’ ini
memiliki banyak sekali sumber daya alam dan energi. Selain sebagai wilayah
penghasil batubara terbesar di dunia, Kalimantan Timur juga penghasil minyak
bumi, dan gas alam serta mineral lainnya.
Banyaknya pengembangan perkebunan
kelapa sawit di wilayah Kalimantan timur menjadikan Kaltim sebagai penghasil
Crude Palm Oil (CPO) yang melimpah dan menjadikan Indonesia sebagai pemasok CPO
terbesar untuk dunia. Seperti yang diketahui, CPO merupakan bahan baku minyak
goreng sawit.
Minim Fasilitas Pendidikan
Kekayaan sumber daya alam
Provinsi Kalimantan Timur yang banyak dan melimpah, nyatanya tidak mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat terkait fasilitas pendidikan. Di Samarinda masih
ditemukan blank spot atau lokasi yang minim fasilitas pendidikan dan ini
kemudian diperburuk oleh sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Karena sistem zonasi akan membatasi kuota penerimaan peserta didik baru sesuai
jarak rumah ke sekolah.
Oleh sebab itu, Ketua Komisi IV
DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti meminta Pemkot Samarinda selaku pihak yang
bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas pendidikan khususnya di Kota
Tepian, untuk segera mengambil sikap. Terutama terkait penyediaan sarana dan
prasarana pendidikan. (Kaltim.akurasi.id, 14/11/2022) Di Samarinda juga masih
ada beberapa wilayah yang belum memiliki sekolah sesuai dengan jumlah
penduduknya. Khususnya jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Misalnya di
(Kecamatan) Samarinda Ulu, di Kelurahan Jawa, Kelurahan Temindung di
(Kecamatan) Sungai Pinang, tidak memiliki sekolah SMP Negeri.
Kondisi yang lebih parah terjadi
di SMAN 9 Kecamatan Maratua, Berau,
pulau terluar provinsi Kaltim. Ruang belajar sekolah ini tidak layak dan over
kapasitas karena merupakan satu-satunya SMA di Kecamatan Maratua.
(Kaltim.antaranews.com, 21/11/2022)
Tata Kelola SDA yang Salah
Sumber daya alam di Kaltim,
sebagian besar dimiliki sahamnya oleh asing. Artinya, sumber daya alam ini
hanya sedikit yang masuk dalam pemasukan negara. Hal ini terjadi karena negara mengadopsi
sistem kapitalisme dalam mengelola sumber daya alamnya. Dalam sistem
kapitalisme, negara membolehkan bahkan menyerahkan pengelolaan sumber daya alam
kepada pihak luar, baik individu, korporasi maupun asing. Negara dengan senang
hati memberikan karpet merah kepada swasta untuk mengeruk dan mengeksploitasi
sumber daya alamnya. Ini merupakan konsekuensi dari kebebasan kepemilikan yang
digaungkan oleh sistem ini. Dan hal ini pun didukung oleh berbagai regulasi
yang berpihak kepada kepentingan swasta dalam pengelolaan SDA.
Walhasil, swastalah yang
mendapatkan keuntungan besar dari pengelolaan SDA ini. Sedangkan negara atau
pemerintah setempat hanya mendapatkan remahannya saja. Sehingga nyata, sumber
daya alam melimpah yang dimiliki Kaltim tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan
masyarakatnya terkait pendidikan termasuk untuk mensejahterakan mereka.
Islam dan Pengelolaan SDA
Islam sebagai sebuah sistem
kehidupan yang paripurna tidak hanya mengatur perkara ibadah dan akhlak saja.
Islam memiliki aturan dalam pengelolaan SDA. Dalam sistem Islam diatur perkara
kepemilikan. Tidak semua kekayaan bisa dimiliki oleh individu atau swasta. Ada
kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara.
Adapun SDA masuk dalam
kepemilikan umum. Artinya, SDA adalah milik rakyat secara keseluruhan, hanya
pengelolaannya dilakukan oleh negara. Hasilnya harus dikembalikan kepada rakyat
untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya dalam mensejahterakan rakyat. Apa
yang menjadi kepemilikan umum, tidak boleh diserahkan kepada swasta atau
diprivatisasi. Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain
merujuk pada sabda Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat (memiliki hak yang
sama) dalam tiga hal: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah). “Tiga hal yang
tidak boleh dimonopoli: air, rumput, dan api.” (HR Ibnu Majah)
Sehingga dengan pengelolaan SDA
yang mandiri oleh negara, pemasukan
negara dari SDA mampu untuk memenuhi kebutuhan pendidikan rakyatnya bahkan
lebih dari itu, yaitu mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya.
Islam dan Sistem Pendidikan
Di dalam Islam, pendidikan
memiliki tujuan untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam tinggi dengan
pola pikir dan perilaku berdasarkan akidah Islam. Juga, mencetak generasi yang memiliki tsaqofah Islam dan kapabilitas
atau skill terkait ilmu dunia. Islam memiliki perhatian yang besar terhadap
pendidikan. Negara bertanggung jawab besar untuk menyelenggarakannya. Mulai
dari pembiayaannya, penyediaan fasilitas pendidikan, kurikulumnya dan juga
tenaga pengajarnya.
Pembiayaan pendidikan diambil
dari baitul mal, khususnya pos fai, kharaj dan pos kepemilikan umum. Pembiayaan
ini murni dari negara untuk memberikan pelayanan pendidikan yang murah bahkan
gratis bagi rakyatnya. Kurikulum pendidikan berdasarkan akidah Islam. Tidak ada
dikotomi dalam mempelajari tsaqofah Islam dan ilmu sains. Tsaqofah asing
dipelajari di tingkat yang lebih tinggi untuk mengetahui kerusakannya.
Negara juga menyediakan berbagai
fasilitas pendidikan yang mendukung terciptanya tujuan pendidikan. Maka
terdapat gedung-gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, beserta isi-isinya
yang lengkap serta sarana prasarana pendidikan lainnya yang dibutuhkan. Negara
pun menyediakan guru atau tenaga pengajar yang ahli di bidangnya serta menggaji
mereka tinggi.
Telah terbukti bahwa pendidikan
Islam mampu mencetak para ulama sekaligus pakar atau ahli sains dalam
kehidupan. Ada Ibnu Sina di bidang kedokteran, Al-Khawarizmi penemu algoritma,
Ibnu Firnas penemu pesawat, Maryam Al-astrolubi penemu cikal bakal GPS, Fatimah
Al-Fihri pendiri universitas pertama di dunia dan masih banyak lagi ilmuwan
lainnya. Pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan sistem Islam, dimana
SDA dikelola negara agar bermanfaat untuk rakyat, maka negara akan mampu
memberikan pendidikan yang terbaik untuk rakyatnya bahkan mampu mensejahterakan
mereka.
Oleh : Desy Arisanti, S.Si (Pemerhati Masalah Sosial)
disclaimer : Tulisan ini merupakan partisipasi individu masyarakat yang ingin menuangkan pokok-pokok pikiran, ide serta gagasan yang sepenuhnya merupakan hak cipta dari yang bersangkutan. Isi redaksi dan narasi sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Masukkan alamat email untuk mendapatkan informasi terbaru